Apakah Jawa Timur Akan Ada Pemekaran?
PEMILIHAN Gubernur Jawa Timur tidak lama lagi dapat berlangsung, namun selagi ini resonansinya sudah nyaring terdengar, terutama sehabis dua gunakan kandidat diumumkan. Artikel ini tidak hendak membahas lebih jauh para kandidat tersebut, tapi menghendaki mengetengahkan isu yang berasal dari satu} tahun, lebih-lebih puluhan tahun.
Area di Jatim untuk jadi provinsi tersendiri. Dalam sidang paripurna pengesahan empat peraturan area (perda) DPRD Jember berasal dari satu} tahun lalu, misalnya, Bupati Jember selagi itu MZA Djalal memberikan gagasan pembentukan provinsi baru di Jawa Timur yang meliputi kabupaten di kawasan tapal kuda. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Bupati Djalal adalah Provinsi Jawa Timur selagi ini terlalu gemuk, penduduknya udah raih 40 juta jiwa.
Gagasan yang disampaikan oleh Bupati Jember berikut sebenarnya bukanlah gagasan baru. Dalam berbagai surat kabar yang terbit di Surabaya terhadap 1956, gagasan pemekaran ini udah ramai dibicarakan. Hanya, terdapat perbedaan mengenai wilayah mana yang mestinya mendapat peningkatan status. Jika Bupati Jember mewacanakan wilayah tapal kuda jadi provinsi baru, gagasan yang berkembang terhadap tahun 1956 adalah peningkatan standing Kotaparadja Surabaya jadi provinsi layaknya halnya Kotapradja Jakarta Raya. Dalam berita utama Harian Suara Rakjat pada edisi 8 Februari 1956, misalnya, tertulis, “Surabaja udah penuhi sjarat-sjarat untuk standing provinsi.”
Kepada koran berikut wali kota Surabaya yang selagi itu dijabat Mustadjab beri tambahan keterangan, pada lain, “Sebenarnja menurut ketentuan-ketentuan jang biasanja berlaku di luar negeri dan sjarat2 jang kini dimiliki oleh Kotaparadja Surabaja, maka kota Surabaja udah dapat didjadikan area tingkat provinsi layaknya halnja dengan Kotaparadja Jakarta Raya.” Menurut harian itu konsep berikut udah diajukan kepada pemerintah pusat dan tinggal menunggu keputusan berkumandnagnya <a href="http://goeastjava.net/"<goeastjava</a>
Menurut Wali Kota Mustadjab, paling tidak terkandung tiga syarat yang udah dimiliki Kota Surabaya untuk jadi sebuah provinsi. Pertama, kemajuan industri yang begitu pesat dan mungkin menduduki area nomer satu di semua Indonesia, begitu juga didalam hal perdagangan dengan pelabuhan Samudra Tanjung Parak. Kemajuan yang dicapai Kota Surabaya bukan cuma gara-gara banyaknya industri-industri besar asing, tetapi umumnya rakyat Surabaya adalah industry minded. Kedua, letak Surabaya yang centrum, terutama dalam hubungannya dengan area Indonesia timur, sedangkan tanah untuk perluasan area pun memadai dan tingkat penghidupan adalah rendah. Ketiga, sejarah revolusi Indonesia juga mengakui bahwa Kota Surabaya adalah yang termasyhur sebagai pelopor Revolusi 1945 yang kini banyak dilakukan pembangunan dalam segala lapangan. Keempat, jumlah masyarakat Kota Surabaya pada selagi itu sudah raih 1 juta jiwa. Dengan demikian, kota ini udah memenuhi syarat mengenai ketetapan kuantitas penduduk.
Selanjutnya Mustadjab mengatakan bahwa konsep perluasan Kota Surabaya didalam menghadapi standing provinsi itu terhadap tahun 1953 udah diajukan ke Kementerian, tapi sampai Februari 1956 belum tersedia kepastian, gara-gara belum disahkannya Undang-Undang Pokok Pemerintah Daerah (Suara Rakjat , 8/2/1956; Harian Umum, 2/12/1953). Undang-undang ini lantas disahkan terhadap 17 Januari 1957 oleh Presiden Soekarno, tapi standing Kota Surabaya sebagai provinsi tidak terealisasi. Sejauh ini saya belum menemukan penjelasan mengapa usulan Pemerintah Kota Surabaya untuk memperoleh peningkatan standing sebagai provinsi tidak dikabulkan oleh pemerintah pusat.
PP Nomor 78 Tahun 2007
Dalam berasal dari satu} hal, apa yang disampaikan oleh Wali Kota Mustajab tidak jauh berbeda dengan persyaratan sebuah area untuk diusulkan menjadi provinsi sebagaimana diatur didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78/2007 mengenai Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dalam ketetapan ini disebutkan bahwa pembentukan area provinsi bersifat pemekaran provinsi dan penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan terhadap wilayah provinsi yang tidak sama kudu memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.