Jawa Timur Dimekarkan?

Dilihat 595 • Ditanyakan lebih dari 1 tahun lalu

PEMILIHAN Gubernur Jawa Timur tidak lama kembali akan berlangsung, na­mun selagi ini resonansinya su­dah nyaring terdengar, ter­utama setelah dua gunakan kan­didat diumumkan. Artikel ini tidak hendak mengupas lebih jauh para kandidat ter­se­but, tetapi mengidamkan menge­te­ngah­kan isu yang sebagian satu} tahun, lebih-lebih puluhan tahun, selanjutnya muncul: persoalan pening­kat­an status sebagian satu} area di Ja­tim untuk menjadi provinsi ter­sendiri. Dalam sidang pari­pur­na pengesahan empat pera­tur­an area (perda) DPRD Jem­ber sebagian satu} th. lalu, mi­sal­nya, Bupati Jember selagi itu MZA Djalal menyampaikan ide pembentukan provinsi baru di Jawa Timur yang meliputi ka­bupaten di kawasan tapal kuda. Salah satu alasan yang di­ke­mu­kakan oleh Bupati Djalal adalah Provinsi Jawa Timur selagi ini benar-benar gemuk, penduduknya telah mencapai 40 juta jiwa.

 

Gagasan yang disampaikan oleh Bupati Jember tersebut se­benarnya bukanlah ide baru. Da­lam beragam surat kabar yang terbit di Surabaya terhadap 1956, ide pemekaran ini telah ramai di­bicarakan. Hanya, ter­da­pat per­be­daan tentang wila­yah mana yang seharusnya men­dapat pe­ningkatan status. Jika Bupati Jem­ber mewa­ca­na­kan lokasi tapal kuda menjadi provinsi baru, ide yang ber­kem­bang terhadap th. 1956 adalah peningkatan status Kota­pa­radja Surabaya menjadi pro­vinsi layaknya halnya Ko­ta­pradja Jakarta Raya. Dalam be­ri­ta uta­ma Harian Suara Rakjat pa­da edisi 8 Februari 1956, mi­sal­nya, tertulis, “Surabaja telah pe­nuhi sjarat-sjarat untuk status provinsi.”

 

Kepada koran tersebut wali kota Surabaya yang selagi itu dijabat Mustadjab beri tambahan keterangan, pada lain, “Se­be­nar­nja menurut ketentuan-ke­tentuan jang biasanja berlaku di luar negeri dan sjarat2 jang kini dimiliki oleh Kotaparadja Sura­ba­ja, maka kota Surabaja telah da­pat didjadikan area tingkat pro­vinsi layaknya halnja bersama Ko­taparadja Jakarta Raya.” Me­nu­rut harian itu rancangan tersebut telah diajukan kepada peme­rin­tah pusat dan tinggal menung­gu keputusan.  

 

Menurut Wali Kota Mus­tadjab, paling tidak terkandung tiga syarat yang telah dimiliki Kota Surabaya untuk menjadi sebuah provinsi. Pertama, ke­majuan industri yang begitu pesat dan bisa saja tempati area nomer satu di seluruh Indonesia, begitu termasuk di dalam perihal perda­gang­an bersama pela­buh­an Samudra Tanjung Parak. ­Ke­m­ajuan yang dicapai Kota Surabaya bukan cuma dikarenakan banyaknya in­dus­tri-industri be­sar asing, te­tapi umum­nya rak­yat Su­ra­baya ada­­lah in­dus­try min­ded. Ke­dua, le­tak Su­­ra­ba­ya yang cen­trum, ter­ut­a­ma da­lam hu­bu­ngan­nya de­ngan area Indonesia timur, se­dang­kan ta­nah untuk per­luasan area pun cukup dan ting­kat penghi­dup­an adalah ren­dah. Ketiga, se­jarah revolusi In­do­nesia termasuk mengakui bah­wa Kota Surabaya adalah yang ter­ma­syhur seba­gai pelopor Re­vo­lusi 1945 yang kini banyak di­la­ku­kan pem­ba­ngunan da­lam segala lapangan. Keempat, jum­lah penduduk Kota Sura­ba­ya pa­da selagi itu su­dah mencapai 1 juta jiwa. De­ngan demikian, kota ini telah me­menuhi syarat me­nge­nai keputusan kuantitas penduduk.

 

Selanjutnya Mustadjab me­nga­takan bahwa rancangan per­luasan Kota Surabaya di dalam meng­hadapi status provinsi itu terhadap th. 1953 telah diajukan ke Kementerian, tetapi hingga Februari 1956 belum ada ke­pas­tian, dikarenakan belum disa­h­kan­nya Undang-Undang Pokok Pe­me­rintah Daerah (Suara Rakjat , 8/2/1956; Harian Umum, 2/12/1953). Undang-undang ini sesudah itu disahkan terhadap 17 Januari 1957 oleh Presiden Soe­karno, tetapi status Kota Sura­baya ­sebagai provinsi tidak terea­lisasi. Sejauh ini saya be­lum menemukan penjelasan mengapa usulan Pemerintah Kota Surabaya untuk mem­per­oleh peningkatan status seba­gai provinsi tidak dikabulkan oleh pemerintah pusat.

 

PP Nomor 78 Tahun 2007 

Dalam sebagian satu} hal, apa yang disampaikan oleh Wali Kota Mustajab tidak jauh ber­beda bersama beberapa syarat se­buah area untuk diusulkan men­jadi provinsi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Peme­rintah Republik Indonesia No­mor 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Da­lam keputusan ini disebutkan bah­wa pembentukan area pro­vinsi berbentuk pemekaran pro­vinsi dan penggabungan be­berapa kabupaten/kota yang ber­sandingan terhadap lokasi pro­vinsi yang berlainan perlu me­me­nuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.  menjawab goeastjava

Jadilah yang pertama untuk menjawab!
Tulis jawaban sekarang